Wednesday, 28 January 2015

SEJARAH HADITS

SEJARAH HADITS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW, MASA SAHABAT, MASA TABI’IN, MASA ABAD 2,3,4 H. DAN PADA MASA ABAD KE 5 SAMPAI SEWKARANG

A.    SEJARAH HADITS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Berita tentang prilaku Nabi Muhammad (sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi'in (satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi'ut tabi'in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (mudawwin).
Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Di antara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian di antara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagai Sunnah Muttaba'ah Ma'rufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.
Meski pada masa itu Al Hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Di antaranya ialah :
1.     'Abdullah bin 'Umar bin 'Ash (dalam himpunan As Shadiqah)
2.     'Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai huku-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).

B.     SEJARAH HADITS PADA MASA SAHABAT
Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan di antara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.
Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab (tahun 13 - 23 H atau 634 - 644 M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.
Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi'in. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabi'in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabi'in mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah Al Hadist belum ditulis apalagi dibukukan.

C.    SEJARAH HADITS PADA MASA TABI’IN
Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan di antara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari'at dan Aqidah dengan membuat Al Hadist Maudlu'(palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.
Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabi'in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima Al Hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi'in ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi'ut tabi'in.
Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M) termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / 671 - 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).

D.    SEJARAH HADITS PADA MASA ABAD 2,3 DAN 4
Hadits-hadits Nabi yang telah dibukukan oleh ulama hadits pada periode keempat(abad ke 2 H) baru terbatas pada hadits-hadits Nabi yang ada di kota-kota tertentu saja. Padahal dengan telah menyebarnya para perawi hadits ke tempat-tempat yang jauh, karena daulah Islamiyah telah semakin meluas daerahnya, maka masih sangat banyak hadits-hadits Nabi yang belum dibukukan. Oleh karenanya, jalan yang harus ditempuh untuk menghimpun hadits-hadits yang berada pada perawi yang terbesar itu, adalah dengan cara melawat untuk mengunjungi para perawi hadits. Usaha perlawatan untuk mencari Hadits Nabi ini, telah dipelopori oleh Imam Al-Bukhari. Imam Al-Bukhari selama 16 tahun telah melawat ke daerah-daerah. M.Shuhudi Ismail(1987:114). Menurut T.M.Ash-Shiddieqy (2005:50). Perlawatan ke daerah-daerah para perawi hadits yang jauh dari pusat kota. Sedangkan menurut M.Agus Solahudin (2011:42) , 6 tahun lamanya Imam Al-Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahihnya.
Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana Al Hadits yang marfu', mauquf dan maqtu'. Al Hadits marfu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilaku sahabat dan Al Hadits maqthu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku tabi'in. Pengelompokan tersebut di antaranya dilakukan oleh :
§  Ahmad bin Hambal
§  'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
§  Musaddad Al Bashri
§  Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
§  'Utsman bin Abi Syu'bah
Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya.Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :
§  Kitab Shahih - (Shahih BukhariShahih Muslim) - berisi Al Hadits yang shahih saja
§  Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla'if yang tidak munkar.
§  Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.
Beberapa langkah – langkah untuk melestarikan hadits pada abad ke 3 H ini adalah sebagai berikut :
1.Perlawatan ke Daerah – daerah para perowi hadis yang jauh dari pusat kota
2.Pengklasifikasian hadits Marfu’, hadits mauquf dan maudlu’ (palsu).
3. Ahadits Nabi, atsar sahabat dan aqwal (ucapan) tâbi ’în dikategorikan, dipisahkan dan dibedakan.
4. Riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara terpisah dan buku – buku pada abad ke–2Hdiperiksa kembali dan di tashih (diautentikasi).
5. Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang dikumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga hadîts, para ulamâ`menformulasikan ilmu yang berkaitan dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu 19 ) dimana ribuan buku mengenai ini telah ditulis
6. Penyeleksian dan pemilahan hadits kepada shahih, hasan dan Dhaif.
Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembukuan Hadits.
Di antara kitab-kitab yang muncul pada abad 4 H ini adalah:
1. Al Mu’jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
2. Al Mu’jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
3. Al Mu’jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M), Dan lainya.
E. SEJARAH PADA ABAD KE V H SAMPAI SEKARANG

Sedangkan abad 5 H dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Hadits abad 4 H.ada abad ke V H adalah masa pengelompokkan dalam bidang-bidang agar mempermudah para pembaca hadits.Perkembangan dan penulisan hadits sampai pada abad 12 H. mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama’ dalam bidang hadits, kecuali hanya membaca dan memahami hadits. 

0 comments:

Post a Comment